ATTA’RIF
FI ILMI USHUL FIQH, FIQIH, DAN HUKUM AGAMA ISLAM
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ushul Fiqih
Dosen Pengampu : Ali Muchtar

Disusun Oleh:
Rosaliatul Ulfa Ardie (133511058)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Salah satu kelemahan yang dialami oleh umat islam saat ini adalah
kecendrungan yang sangat tinggi untuk mempelajari Fiqh, namun mengabaikan Ushul
Fiqh. Padahal Usul Fiqh adalah akar dari Fiqh. Dengan mempelajari Ushul Fiqih
akan lebih mudah dan lebih mendalam dalam mempelajari Fiqh, karena Ushul Fiqh
merupakan kerangka berfikir berupa kaidah-kaidah yang selalu digunakan dalam
melahirkan ijtihad fiqh. Dengan demikian, ushul fiqh merupakan ilmu yang penting dan pokok dalam bingkai
hukum islam yang penting untuk dipelajari.
Di samping Ushul Fiqih dan Fiqih ada juga pembahasan tentang hukum agama islam. Yaitu sesuatu yang membahas tentang iqtidl, takhyir atau wadl .
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian ushul fiqih, fiqih dan hukum agama islam?
2.
Sebutkan
objek kajian Ushul Fiqih, Fiqih dan Hukum Agama Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ushul Fiqih, Fiqh dan Hukum Agama Islam
1.
Pengertian Ushul Fiqih
Sebelum masuk pada pembahasan pengertian ushul fiqih, perlu
dijelaskan terlebih dahulu pengertian dua kata yang membentuknya, yaitu kata
ushul dan fiqih.
Kata ushul (أُصُولٌ),
dilihat dari aspek bahasa berasal; dari bahasa arab, yaitu bentuk jamak
(plural) dari kata أَصْلٌ
yang mengandung arti: مَا بُنِيَ عَلَيهِ غَيْرُهُ, artinya sesuatu yang dijadikan
sandaran oleh sesuatu yang lain seperti kalimat dalam bahasa arab:
أَصْل الشَّجَرَةِ : sandaran pohon, kata ashal
di sini berarti akar.
أَصْل الْبَيْتِ : sandaran rumah, kata ashal di sini
berarti pondasi.
Secara
terminologis kata ushul mempunyai lima pengertian:
a.
Ashal berarti kaidah yang bersifat menyeluruh.
Misalnya, kebolehan memakan bangkai bagi orang yang dalam
keadaan terpaksa (darurat) tidaklah menyalahi hukum ashal yaitu kaidah kulliyah,yang
berbunyi: كُلٌّ مَيْتَةٍ حَرَامٌ
artinya “ semua bangkai itu hukumnya haram”.
b. Ashal berarti yang lebih kuat (rajih).
Misalnya ungkapan الأَصْلُ فِى الْكَلَامِ الْحَقِيْقَةث, artinya “ashal
yang lebih kuat dari suatu ungkapan adalah makna sebenarnya (hakiki)” bukan
makna simbolik. Contohnya kata يَدٌ, وَجْهٌ artinya wajah dan tangan.
c. Ashal berarti hukum ashal (istishab).
Misalnya ada kaidah yang berkaitan dengan istishab الأَصْلُ بَقَاءُ مَا كَانَ عَلَى مَا كَانَ, artinya
“hukum ashal/istishab ialah tetapnya apa yang telah ada”. Misalnya ada
orang yang sudah berwudhu, kemudian ia ragu apakah ia sudah batal atau belum,
maka kejadian seperti ini dikembalikan kepada hukum ashal, yaitu
dihukumi masih sah (belum batal) wudhunya.
d. Ashal berarti maqis alaihi (yang dijadikan ukuran) dalam bab qiyas.
Contonya berlakunya hukum riba bagi beras dan gandum.
Dalam hal ini beras disebut maqis (yang diserupakan) atau yang disebut
dalam qiyas sebagai furu’, sedangkan kata gandum merupakan maqis
alaihi (yang diserupai) yang di sebut juga Ashal.
e. Ashal berarti dalil.
Misalnya ungkapan “Ashal masalah ini adalah
Al-Qur’an dan Sunah”, yang dimaksud adalah dalilnya.
Adapun kata fiqih berasal dari
bahasa arab, yaitu bentuk masdar dari akar kata فَقِهَ, يَفْقَهُ, فِقْهَا secara bahasa artinya الْفَهْمُ الْعَمِيْقُ الَّذِى يَتَعَرّضفُ
غَايَاتِ الأَقْوَالِ وَالأَفْعَالِ
artinya “pemahaman mendalam yang dapat menangkap tentang asal, tujuan
ucapan, dan perbuatan”.
Pengertian fiqih secara bahasa sebagaiman tersebut di atas
masing-masing terdapat dalam Al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 78 dan surat al-A’raf
ayat 179.
ÉA$yJsù ÏäIwàs¯»yd ÏQöqs)ø9$# w tbrß%s3t tbqßgs)øÿt $ZVÏtn ÇÐÑÈ
Artinya:
“Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) Hampir-hampir tidak memahami
pembicaraan sedikitpun”. (QS. An –Nisa’/3:78)
…. öNçlm; Ò>qè=è% w cqßgs)øÿt $pkÍ5 öNçlm;ur ã ÇÊÐÒÈ …..
Artinya:
“ …. mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami
(ayat-ayat Allah)….” (QS. Al-A’raf/7:179)
Dalam hadits, kata fiqih terdapat dalam hadits di bawah ini:
مَنْ يُرِدِ اللّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهُ فِى الدِّيْنَ (متفق عليه)
Artinya: “siapa yang Allah kehendaki kebaikan, maka ia
diberikan pemahaman yang mendalam tentang perkara agama”(HR. Bukhori Muslim)
Adapun menurut
istilah, kata fiqh adalah ilmu halal dan haram, ilmu syariat dan hukum
sebagaimana dikemukakan oleh Al-kassani. Namun yang lebih kuat dan populer
adalah definisi yang dikemukakan oleh Imam Syafi’i, sebagaimana dikutip oleh
Imam Subkhi dalam Kitab Jam’u al-jawami’.
العِلْمُ بِاْ لَحْكَامِ الِّشَّرْعِيَةِ
الْعَمَلِيَّةِ مِنْ أَدِلَّتِهَا التَّفْصَيْلِيَّةِ
Artinya: “ilmu yang membahas tentang hukum syara’ yang
berhubungan dengan amali (perbuatan) yang diperoleh melalui dalil-dalil
secara terperinci”.
Uraian di atas
memberikan gambaran yang jelas tentang kata ushul dan kata fiqh. Gabungan dari
dua kata ini menjadi istilah “ushul fiqh” yang memiliki pengertian tersendiri.
Terdapat dua
kelompok besar ulama tentang pengertian ushul fiqh, yaitu ulama Syafi’iyah dan
jumhur ulama yang terdiri dari ulama Hanafiyah, Malikiyah, Hanabiyah. Kelompok
pertama (ulama Syafi’iyah) yang diwakili oleh Abdullah bin Umar al-Baidawi (w.
685 H), sebagaimana dikutip oleh Satria Efendi, mendefinisikan Ushul fiqh:
مَعْرِفَةُ دَلاَئِلِ الْفِقْهِ اِجْمَالآً
وَكَيْفِيَّةِ الاِسْتِفَادَةِ مِنْهَا وَحَالِ المُسْتَفِيْدِ
Artinya: “mengetahui dalil-dalil fiqh secara global dan cara penggunaanya,
serta mengetahui keadaan orang yang menggunakanya (mujtahid)”.
Definisi di atas memberikan
kejelasan bahwa yang menjadi obat kajian para ulama ushul fiqh adalah
dalil-dalil yang bersifat ijmali (global), membahas bagaimana cara
mengistinbatkan hukumdari dalil-dalil serta membahas syarat-syarat orang yang
menggali hukum dari dalil, menurut ulam Syafi’iyah, dalam pembahasan ushul fiqh
juga dibahas syarat-syarat mujtahid dan persoalan yang berkaitan tentang
masalah taklid.
Jumhur ulama yang terdiri dari
ulama Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabiyah, mendefinisikan ushul fiqh.
الْقَوَاعِيْدُ الَّتِيتُوصِلُ الْبَحْثَ فِيْهَااِلَى
اسْتِنْبَاطِالاَحْكَامِ مِنْ اَدِلَّتِهَا التَّفْصِيْلِيَّةِ
Artinya: “ sejumlah kaidah yang mengkaji dan
membahas proses istinbat hukum-hukum syara’ melalui dalil-dalil yang
terperinci”.
Definisi
yng dikemukakan oleh jumhur sebagian tersebut menekankan pada objek ushul fiqh
yang lebih memfokuskan pada metodologi, yaitu bagaimana menggunakan
kaidah-kaidah umum ushul fiqh.
Berdasarkan
kepada dua definisi ushul fiqh di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ushul
fiqh ialah “ilmu yang mengkaji tentang dalil fiqh berupa kaidah untuk
mengetahui cara penggunaanya, mengetahui keadaan orang yang menggunakannya
(mujtahid) dengan tujuan mengeluarkan hukum amali (perbuatan) dari dalil-dalil
secara terperinci dan jelas”. [1]
2.
Pengertian Fiqh
Fiqh
menurut bahasa artinya paham dan mengetahui, sebagaimana firman Allah SWT.
* $tBur c%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuÏ9 Zp©ù!$2 4 wöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ
(#qßg¤)xÿtGuÏj9 Îû Ç`Ïe$!$# (#râÉYãÏ9ur óOßgtBöqs% #sÎ) (#þqãèy_u öNÍkös9Î) óOßg¯=yès9 crâxøts ÇÊËËÈ
Artinya: “tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi
semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di
antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama
dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.(QS. At-Taubah/9:122)
Jadi, maksud dari fiqh dalam agama menurut penjelasan ayat ini
artinya paham dan mengetahui semua permasalahan agama.
Fiqh menurut istilah adalah ilmu yang mempelajari hukum-hukum
syara’ yang bersifat praktis yang diambil dari dalil-dalilyang sudah terinci.
Mencermati uraian di atas tentang fiqh dan
ushul fiqh terlihat jelas adanya hubungan antar keduanya, sebagaimana
dijelaskan oleh Abu Zahra, bahwa hubungan ini tergambar seperti hubungan ilmu
Nahwu dengan ilmu membaca dan menulis teks arab, seperti hubungan ilmu mantik
dengan ilmu filsafat. Dengan demikian, di satu sisi ushul fiqh merupakan
undang-undang atau alat sedangkan sedangkan fiqih adalah produknya.[2]
3.
Pengertian Hukum Agama Islam
Secara etimologi kata hukum (al-hukm) berarti “mencegah”
atau “memutuskan”. Menurut terminologi Ushul Fiqih, hukum (al-hukm) berarti:
Khitab (kalam) Allah yang mengatur amal perbuatan orang
mukallaf, baik berupa iqtidla (perintah, larangan, anjuran untuk melakukan atau
anjuran untuk meninggalkan), takhyir (kebolehan bagi orang mukallaf untuk
memilih antara melakukan dan tidak melakukan), atau wadl (ketentuan yang
menetapkan sesuatu sebagai sebab, syarat, atau mani’ (penghalang).
Kitab Allah yang dimaksud dalam definisi tersebut ialah
kalam Allah. Kalam Allah sebagai sifatnya adalah al-kalam al-nafsi
(kalam yang ada pada diri Allah) yang tidak mempunyai huruf dan suara. Kalam
Allah seperti itulah yang dimaksud dengan hakekat hukum syara’. Kita hanya bisa
mengetahui kalam nafsi itu melalui kalam lafzi, yaitu kalam yang
mempunyai huruf dan suarayang terbentuk dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Ayat
Al-Qur’an merupakan dalil (petunjuk) kepada kalam nafsi Allah. Dari segi
ini, ayat-ayat Al-Qur’an populer sebagai dalil-dalil hukum karena merupakan
petunjuk kepada hukum yang dikandung oleh kalam nafsi Allah. Oleh karena
yang dapat dijangkau oleh manusia hanyalah kalam lafzi Allah dalam
bentuk ayat-ayat Al-Qur’an, maka populer dikalangan ahli-ahli Ushul Fiqh bahwa
yang dimaksud dengan hukum adalah
teks-teks ayat hukum itu sendiri yang mengatur amal perbuatan manusia.
Kalam Allah adalah hukum, baik langsung, seperti
ayat-ayat hukum dalam Al-Qur’an
atau secara tidak langsung seperti hadits-hadits hukum dalam sunah Raulullah
yang mengatur amal perbuatan manusia. Hadits hukum dianggap sebagai kalam Allah
secara tidak langsung karena apa yang diucapkan Rasulullah di bidang tasyri’
tidak lain adalah petunjuk dari Allah juga.[3]
B.
Objek Kajian Ushul Fiqih Fiqh dan Hukum Agama Islam
Suatu ilmu dapat disebut sebagai disiplin ilmu karena memiliki ciri-ciri displin ilmu, yakni salah satu cirinya
adalah memiliki objek kajian.
1.
Objek Kajian Ushul Fiqh
Untuk
mendalami satu disiplin ilmu, lebih dulu perlu diketahui apa yang menjadi objek
pembahasanya dan sisi mana saja dari objek bahasan tersebut yang akan dikaji.
Demikian halnya untuk mempelajari Ushul Fiqh, perlu diketahui objek pembahasanya.
Objek bahasan setiap ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang dibahas dalam ilmu
tersebut tentang sifat-sifat yang berhubungan atau bisa dihubungkan dengan
sesuatu.
Dari
definisi Ushul Fiqih menurut Abdullah bin Umar al-Baidhawi dapat dipaparkan tiga
masalah pokok yang akan dibahas dalam Ushul Fiqh, yaitu tentang sumber dan
dalil hukum, tentang metode istinbat, dan tentang ijtihad.[4]
2.
Objek Kajian Fiqh
tugas
ushul fiqih untuk menemukan sifat-sifat esensial dari dalil-dalil syara’ dan
sifat-sifat esensial itu dirumuskan
dalam bentuk dalil-dalil atau kaidah-kaidah secara globaltelah dirumuskan oleh
para ahli ushul fiqih ini pada giliranya akan diterapkan oleh seorang mujtahid
kepada dalil-dalil juz’I (terinci)yang terdapat dalam Al-Qur’an dan
sunah Rasulullah. Dari aktifitas mujtahid dalam ijtihadnya itu akan membuahkan
hukum fiqih yang langsung dikaitkan dengan perbuatan mukallaf. Jadi, yang
menjadi bahasan fikih adalah satu persatu dalil Al-Qur’an dan sunnah dalam
kaitanndengan perbutannya mukallaf, dengan menggunakan kaidah-kaidah Ushul
Fiqih.[5]
3.
Objek Kajian Hukum Agama Islam
Studi hukum islam baik
fikih maupun ushul fiqh, memiliki objek formal yaitu perbuatan manusia dewasa
yang berakal sehat. Sasaran dalam ilmu ini adalah semua
perilaku mukallaf atau dengan kata lain sasaranya adalah manusia serta dinamika
dan perkembangan masyarakatnya yang semua itu merupakan gambaran nyata perilaku
seorang mukalaf. Yang semua itu bertujuan untuk membentuk masyarakat yang
berkualitas baik.[6]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Secara etimologis:
Kata ushul (أُصُولٌ berasal dari
bahasa arab, yaitu bentuk jamak (plural) dari kata أَصْلٌ
yang mengandung arti: مَا بُنِيَ عَلَيهِ غَيْرُهُ, artinya sesuatu yang dijadikan sandaran oleh
sesuatu yang lain. Adapun secara
terminologis: a). Ashal berarti kaidah yang bersifat menyeluruh. b). Ashal berarti yang lebih kuat (rajih). c).
Ashal berarti hukum ashal (istishab).d). Ashal berarti maqis alaihi (yang dijadikan ukuran) dalam bab qiyas. e). Ashal berarti dalil. Adapun kata fiqih berasal dari bahasa arab,
yaitu bentuk masdar dari akar kata فَقِهَ, يَفْقَهُ, فِقْهَا secara bahasa artinya الْفَهْمُ الْعَمِيْقُ الَّذِى يَتَعَرّضفُ غَايَاتِ الأَقْوَالِ
وَالأَفْعَالِ
artinya “pemahaman mendalam yang dapat menangkap tentang asal, tujuan
ucapan, dan perbuatan”. Adapun menurut istilah, kata fiqh adalah ilmu
halal dan haram, ilmu syariat dan hukum sebagaimana dikemukakan oleh
Al-kassani. Jadi ushul fiqh ialah “ilmu yang mengkaji tentang dalil fiqh berupa
kaidah untuk mengetahui cara penggunaanya, mengetahui keadaan orang yang
menggunakannya (mujtahid) dengan tujuan mengeluarkan hukum amali (perbuatan)
dari dalil-dalil secara terperinci dan jelas.
Fiqih menurut bahasa adalah paham dan mengetahui semua permasalahan
agama.
Sedangkan Fiqh menurut istilah adalah ilmu yang mempelajari
hukum-hukum syara’ yang bersifat praktis yang diambil dari dalil-dalilyang
sudah terinci.
Secara etimologi kata hukum (al-hukm) berarti
“mencegah” atau “memutuskan”. Menurut terminologi Ushul Fiqih, hukum (al-hukm)
berarti: Khitab (kalam) Allah yang mengatur amal perbuatan orang mukallaf, baik
berupa iqtidla (perintah, larangan, anjuran untuk melakukan atau anjuran untuk
meninggalka), takhyir (kebolehan bagi orang mukallaf untuk memilih antara
melakukan dan tidak melakukan), atau wadl (ketentuan yang menetapkan sesuatu
sebagai sebab, syarat, atau mani’ (penghalang).
Objek Kajian Ushul Fiqh ayaitu tentang sumber
dan dalil hukum, tentang metode istinbat, dan tentang ijtihad.
Objek Kajian Fiqh adalah tugas ushul fiqih untuk menemukan
sifat-sifat esensial dari dalil-dalil syara’ dan sifat-sifat
esensial itu dirumuskan dalam bentuk
dalil-dalil atau kaidah-kaidah secara globaltelah dirumuskan oleh para ahli
ushul fiqih ini pada giliranya akan diterapkan oleh seorang mujtahid kepada
dalil-dalil juz’I (terinci) yang terdapat dalam Al-Qur’an dan sunah
Rasulullah. Dari aktifitas mujtahid dalam ijtihadnya itu akan membuahkan hukum
fiqih yang langsung dikaitkan dengan perbuatan mukallaf. Jadi, yang menjadi
bahasan fikih adalah satu persatu dalil Al-Qur’an dan sunnah dalam
kaitanndengan perbutannya mukallaf, dengan menggunakan kaidah-kaidah Ushul
Fiqih.
Objek kajian Hukum Agama Islam adalah Studi hukum islam baik fikih maupun ushul
fiqh, memiliki objek formal yaitu perbuatan manusia dewasa yang berakal sehat.
Sasaran dalam ilmu ini adalah semua perilaku mukallaf atau dengan kata lain
sasaranya adalah manusia serta dinamika dan perkembangan masyarakatnya yang
semua itu merupakan gambaran nyata perilaku seorang mukalaf. Yang semua itu
bertujuan untuk membentuk masyarakat yang berkualitas baik.
B.
Kritik dan Saran
Demikianlah makalah ini penulis paparkan,
penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat kesalahan
dan kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun,
guna menyempurnakan dalam penyusunan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat. Amin.
[1]
Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqih, (Jakarta:
Kencana, 2011), hlm 3-4.
[2]
Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’, (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 5.
[3]
Satria Effendi, ushul Fiqih,
(Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 36-37.
[4]
Satria Effendi, Ushul Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 11.
[5]
Satria Effendi, Ushul Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 13.
[6] http://studi-agama-islam.blogspot.com/2013/11/pengantar-hukum-islam-objek-hukum-islam.html Diakses: 18 maret 2015, pukul 21:04.
DAFTAR PUSTAKA
Effendi , Satria, ushul Fiqih, Jakarta: Kencana,
2005.
http://studi-agama-islam.blogspot.com/2013/11/pengantar-hukum-islam-objek-hukum-
islam.html diakses Diakses: 18 maret 2015, pukul 21:04.
Khalil, Rasyad
Hasan, Tarikh Tasyri’, Jakarta: Amzah, 2009.
Shidiq, Saipudin, Ushul Fiqih, Jakarta: Kencana,
2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar