Cari Blog Ini

Kamis, 02 April 2015

ATTA’RIF FI ILMI USHUL FIQH, FIQIH, DAN HUKUM AGAMA ISLAM



ATTA’RIF FI ILMI USHUL FIQH, FIQIH, DAN HUKUM AGAMA ISLAM
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ushul Fiqih
Dosen Pengampu : Ali Muchtar


Disusun Oleh:
Rosaliatul Ulfa Ardie (133511058)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Salah satu kelemahan yang dialami oleh umat islam saat ini adalah kecendrungan yang sangat tinggi untuk mempelajari Fiqh, namun mengabaikan Ushul Fiqh. Padahal Usul Fiqh adalah akar dari Fiqh. Dengan mempelajari Ushul Fiqih akan lebih mudah dan lebih mendalam dalam mempelajari Fiqh, karena Ushul Fiqh merupakan kerangka berfikir berupa kaidah-kaidah yang selalu digunakan dalam melahirkan ijtihad fiqh. Dengan demikian, ushul fiqh merupakan  ilmu yang penting dan pokok dalam bingkai hukum islam yang penting untuk dipelajari.
Di samping Ushul Fiqih dan Fiqih ada juga pembahasan tentang  hukum agama islam.  Yaitu sesuatu yang membahas tentang iqtidl, takhyir atau wadl .

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian ushul fiqih, fiqih dan hukum agama islam?
2.      Sebutkan objek kajian Ushul Fiqih, Fiqih dan Hukum Agama Islam?









BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ushul Fiqih, Fiqh dan Hukum Agama Islam
1.      Pengertian Ushul Fiqih
Sebelum masuk pada pembahasan pengertian ushul fiqih, perlu dijelaskan terlebih dahulu pengertian dua kata yang membentuknya, yaitu kata ushul dan fiqih.
Kata ushul (أُصُولٌ), dilihat dari aspek bahasa berasal; dari bahasa arab, yaitu bentuk jamak (plural) dari kata أَصْلٌ yang mengandung arti: مَا بُنِيَ عَلَيهِ غَيْرُهُ, artinya sesuatu yang dijadikan sandaran oleh sesuatu yang lain seperti kalimat dalam bahasa arab:
أَصْل الشَّجَرَةِ : sandaran pohon, kata ashal di sini berarti akar.
أَصْل الْبَيْتِ   : sandaran rumah, kata ashal di sini berarti pondasi.
                        Secara terminologis kata ushul mempunyai lima pengertian:
a.      Ashal berarti kaidah yang bersifat menyeluruh.
Misalnya, kebolehan memakan bangkai bagi orang yang dalam keadaan terpaksa (darurat) tidaklah menyalahi hukum ashal yaitu kaidah kulliyah,yang berbunyi: كُلٌّ مَيْتَةٍ حَرَامٌ artinya “ semua bangkai itu hukumnya haram”.
b.      Ashal berarti yang lebih kuat (rajih).
Misalnya ungkapan الأَصْلُ فِى الْكَلَامِ الْحَقِيْقَةث, artinya “ashal yang lebih kuat dari suatu ungkapan adalah makna sebenarnya (hakiki)” bukan makna simbolik. Contohnya kata يَدٌ, وَجْهٌ artinya wajah dan tangan.
c.       Ashal berarti hukum ashal (istishab).
Misalnya ada kaidah yang berkaitan dengan istishab الأَصْلُ بَقَاءُ مَا كَانَ عَلَى مَا كَانَ, artinya “hukum ashal/istishab ialah tetapnya apa yang telah ada”. Misalnya ada orang yang sudah berwudhu, kemudian ia ragu apakah ia sudah batal atau belum, maka kejadian seperti ini dikembalikan kepada hukum ashal, yaitu dihukumi masih sah (belum batal) wudhunya.
d.      Ashal berarti maqis alaihi (yang dijadikan ukuran) dalam bab qiyas.
Contonya berlakunya hukum riba bagi beras dan gandum. Dalam hal ini beras disebut maqis (yang diserupakan) atau yang disebut dalam qiyas sebagai furu’, sedangkan kata gandum merupakan maqis alaihi (yang diserupai) yang di sebut juga Ashal.
e.       Ashal berarti dalil.
Misalnya ungkapan “Ashal masalah ini adalah Al-Qur’an dan Sunah”, yang dimaksud adalah dalilnya.
      Adapun kata fiqih berasal dari bahasa arab, yaitu bentuk masdar dari akar kata فَقِهَ, يَفْقَهُ, فِقْهَا  secara bahasa artinya الْفَهْمُ الْعَمِيْقُ الَّذِى يَتَعَرّضفُ غَايَاتِ الأَقْوَالِ وَالأَفْعَالِ artinya “pemahaman mendalam yang dapat menangkap tentang asal, tujuan ucapan, dan perbuatan”.
      Pengertian fiqih secara bahasa sebagaiman tersebut di atas masing-masing terdapat dalam Al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 78 dan surat al-A’raf ayat 179.
ÉA$yJsù ÏäIwàs¯»yd ÏQöqs)ø9$# Ÿw tbrߊ%s3tƒ tbqßgs)øÿtƒ $ZVƒÏtn ÇÐÑÈ  
Artinya: “Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) Hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun”. (QS. An –Nisa’/3:78)
…. öNçlm; Ò>qè=è% žw šcqßgs)øÿtƒ $pkÍ5 öNçlm;ur ã ÇÊÐÒÈ …..  
Artinya: “ …. mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah)….” (QS. Al-A’raf/7:179)
        Dalam hadits, kata fiqih terdapat dalam hadits di bawah ini:
مَنْ يُرِدِ اللّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهُ فِى الدِّيْنَ (متفق عليه)
Artinya: “siapa yang Allah kehendaki kebaikan, maka ia diberikan pemahaman yang mendalam tentang perkara agama”(HR. Bukhori Muslim)
      Adapun menurut istilah, kata fiqh adalah ilmu halal dan haram, ilmu syariat dan hukum sebagaimana dikemukakan oleh Al-kassani. Namun yang lebih kuat dan populer adalah definisi yang dikemukakan oleh Imam Syafi’i, sebagaimana dikutip oleh Imam Subkhi dalam Kitab Jam’u al-jawami’.
      العِلْمُ بِاْ لَحْكَامِ الِّشَّرْعِيَةِ الْعَمَلِيَّةِ مِنْ أَدِلَّتِهَا التَّفْصَيْلِيَّةِ
Artinya: “ilmu yang membahas tentang hukum syara’ yang berhubungan dengan amali (perbuatan) yang diperoleh melalui dalil-dalil secara terperinci”.
      Uraian di atas memberikan gambaran yang jelas tentang kata ushul dan kata fiqh. Gabungan dari dua kata ini menjadi istilah “ushul fiqh” yang memiliki pengertian tersendiri.
      Terdapat dua kelompok besar ulama tentang pengertian ushul fiqh, yaitu ulama Syafi’iyah dan jumhur ulama yang terdiri dari ulama Hanafiyah, Malikiyah, Hanabiyah. Kelompok pertama (ulama Syafi’iyah) yang diwakili oleh Abdullah bin Umar al-Baidawi (w. 685 H), sebagaimana dikutip oleh Satria Efendi, mendefinisikan Ushul fiqh:
مَعْرِفَةُ دَلاَئِلِ الْفِقْهِ اِجْمَالآً وَكَيْفِيَّةِ الاِسْتِفَادَةِ مِنْهَا وَحَالِ المُسْتَفِيْدِ
Artinya: “mengetahui dalil-dalil fiqh secara global dan cara penggunaanya, serta mengetahui keadaan orang yang menggunakanya (mujtahid)”.
      Definisi di atas memberikan kejelasan bahwa yang menjadi obat kajian para ulama ushul fiqh adalah dalil-dalil yang bersifat ijmali (global), membahas bagaimana cara mengistinbatkan hukumdari dalil-dalil serta membahas syarat-syarat orang yang menggali hukum dari dalil, menurut ulam Syafi’iyah, dalam pembahasan ushul fiqh juga dibahas syarat-syarat mujtahid dan persoalan yang berkaitan tentang masalah taklid.
      Jumhur ulama yang terdiri dari ulama Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabiyah, mendefinisikan ushul fiqh.
الْقَوَاعِيْدُ الَّتِيتُوصِلُ الْبَحْثَ فِيْهَااِلَى اسْتِنْبَاطِالاَحْكَامِ مِنْ اَدِلَّتِهَا التَّفْصِيْلِيَّةِ
Artinya: “ sejumlah kaidah yang mengkaji dan membahas proses istinbat hukum-hukum syara’ melalui dalil-dalil yang terperinci”.
            Definisi yng dikemukakan oleh jumhur sebagian tersebut menekankan pada objek ushul fiqh yang lebih memfokuskan pada metodologi, yaitu bagaimana menggunakan kaidah-kaidah umum ushul fiqh.
            Berdasarkan kepada dua definisi ushul fiqh di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ushul fiqh ialah “ilmu yang mengkaji tentang dalil fiqh berupa kaidah untuk mengetahui cara penggunaanya, mengetahui keadaan orang yang menggunakannya (mujtahid) dengan tujuan mengeluarkan hukum amali (perbuatan) dari dalil-dalil secara terperinci dan jelas”. [1]
2.       Pengertian Fiqh
Fiqh menurut bahasa artinya paham dan mengetahui, sebagaimana firman Allah SWT.
* $tBur šc%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuŠÏ9 Zp©ù!$Ÿ2 4 Ÿwöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ
 (#qßg¤)xÿtGuŠÏj9 Îû Ç`ƒÏe$!$# (#râÉYãŠÏ9ur óOßgtBöqs% #sŒÎ) (#þqãèy_u öNÍköŽs9Î) óOßg¯=yès9 šcrâxøts ÇÊËËÈ  
Artinya: “tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.(QS. At-Taubah/9:122)
Jadi, maksud dari fiqh dalam agama menurut penjelasan ayat ini artinya paham dan mengetahui semua permasalahan agama.
Fiqh menurut istilah adalah ilmu yang mempelajari hukum-hukum syara’ yang bersifat praktis yang diambil dari dalil-dalilyang sudah terinci.
Mencermati uraian di atas tentang fiqh dan ushul fiqh terlihat jelas adanya hubungan antar keduanya, sebagaimana dijelaskan oleh Abu Zahra, bahwa hubungan ini tergambar seperti hubungan ilmu Nahwu dengan ilmu membaca dan menulis teks arab, seperti hubungan ilmu mantik dengan ilmu filsafat. Dengan demikian, di satu sisi ushul fiqh merupakan undang-undang atau alat sedangkan sedangkan fiqih adalah produknya.[2]
3.       Pengertian Hukum Agama Islam
Secara etimologi kata hukum (al-hukm) berarti “mencegah” atau “memutuskan”. Menurut terminologi Ushul Fiqih, hukum (al-hukm) berarti:
Khitab (kalam) Allah yang mengatur amal perbuatan orang mukallaf, baik berupa iqtidla (perintah, larangan, anjuran untuk melakukan atau anjuran untuk meninggalkan), takhyir (kebolehan bagi orang mukallaf untuk memilih antara melakukan dan tidak melakukan), atau wadl (ketentuan yang menetapkan sesuatu sebagai sebab, syarat, atau mani’ (penghalang).
Kitab Allah yang dimaksud dalam definisi tersebut ialah kalam Allah. Kalam Allah sebagai sifatnya adalah al-kalam al-nafsi (kalam yang ada pada diri Allah) yang tidak mempunyai huruf dan suara. Kalam Allah seperti itulah yang dimaksud dengan hakekat hukum syara’. Kita hanya bisa mengetahui kalam nafsi itu melalui kalam lafzi, yaitu kalam yang mempunyai huruf dan suarayang terbentuk dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Ayat Al-Qur’an merupakan dalil (petunjuk) kepada kalam nafsi Allah. Dari segi ini, ayat-ayat Al-Qur’an populer sebagai dalil-dalil hukum karena merupakan petunjuk kepada hukum yang dikandung oleh kalam nafsi Allah. Oleh karena yang dapat dijangkau oleh manusia hanyalah kalam lafzi Allah dalam bentuk ayat-ayat Al-Qur’an, maka populer dikalangan ahli-ahli Ushul Fiqh bahwa yang dimaksud dengan hukum adalah  teks-teks ayat hukum itu sendiri yang mengatur amal perbuatan manusia.
Kalam Allah adalah hukum, baik langsung, seperti ayat-ayat hukum dalam        Al-Qur’an atau secara tidak langsung seperti hadits-hadits hukum dalam sunah Raulullah yang mengatur amal perbuatan manusia. Hadits hukum dianggap sebagai kalam Allah secara tidak langsung karena apa yang diucapkan Rasulullah di bidang tasyri’ tidak lain adalah petunjuk dari Allah juga.[3]

B.     Objek Kajian Ushul Fiqih Fiqh dan Hukum Agama Islam
Suatu ilmu dapat disebut sebagai disiplin ilmu karena memiliki ciri-ciri displin ilmu, yakni salah satu cirinya adalah memiliki objek kajian.
1.      Objek Kajian Ushul Fiqh
Untuk mendalami satu disiplin ilmu, lebih dulu perlu diketahui apa yang menjadi objek pembahasanya dan sisi mana saja dari objek bahasan tersebut yang akan dikaji. Demikian halnya untuk mempelajari Ushul Fiqh, perlu diketahui objek pembahasanya. Objek bahasan setiap ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang dibahas dalam ilmu tersebut tentang sifat-sifat yang berhubungan atau bisa dihubungkan dengan sesuatu.
Dari definisi Ushul Fiqih menurut Abdullah bin Umar al-Baidhawi dapat dipaparkan tiga masalah pokok yang akan dibahas dalam Ushul Fiqh, yaitu tentang sumber dan dalil hukum, tentang metode istinbat, dan tentang ijtihad.[4]
2.      Objek Kajian Fiqh
tugas ushul fiqih untuk menemukan sifat-sifat esensial dari dalil-dalil syara’ dan sifat-sifat esensial  itu dirumuskan dalam bentuk dalil-dalil atau kaidah-kaidah secara globaltelah dirumuskan oleh para ahli ushul fiqih ini pada giliranya akan diterapkan oleh seorang mujtahid kepada dalil-dalil juz’I (terinci)yang terdapat dalam Al-Qur’an dan sunah Rasulullah. Dari aktifitas mujtahid dalam ijtihadnya itu akan membuahkan hukum fiqih yang langsung dikaitkan dengan perbuatan mukallaf. Jadi, yang menjadi bahasan fikih adalah satu persatu dalil Al-Qur’an dan sunnah dalam kaitanndengan perbutannya mukallaf, dengan menggunakan kaidah-kaidah Ushul Fiqih.[5]
3.      Objek Kajian Hukum Agama Islam
Studi hukum islam baik fikih maupun ushul fiqh, memiliki objek formal yaitu perbuatan manusia dewasa yang berakal sehat. Sasaran dalam ilmu ini adalah semua perilaku mukallaf atau dengan kata lain sasaranya adalah manusia serta dinamika dan perkembangan masyarakatnya yang semua itu merupakan gambaran nyata perilaku seorang mukalaf. Yang semua itu bertujuan untuk membentuk masyarakat yang berkualitas baik.[6]






BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Secara etimologis: Kata ushul (أُصُولٌ berasal dari bahasa arab, yaitu bentuk jamak (plural) dari kata أَصْلٌ yang mengandung arti: مَا بُنِيَ عَلَيهِ غَيْرُهُ, artinya sesuatu yang dijadikan sandaran oleh sesuatu yang lain. Adapun secara terminologis: a). Ashal berarti kaidah yang bersifat menyeluruh. b). Ashal berarti yang lebih kuat (rajih). c). Ashal berarti hukum ashal (istishab).d). Ashal berarti maqis alaihi (yang dijadikan ukuran) dalam bab qiyas. e). Ashal berarti dalil. Adapun kata fiqih berasal dari bahasa arab, yaitu bentuk masdar dari akar kata فَقِهَ, يَفْقَهُ, فِقْهَا  secara bahasa artinya الْفَهْمُ الْعَمِيْقُ الَّذِى يَتَعَرّضفُ غَايَاتِ الأَقْوَالِ وَالأَفْعَالِ artinya “pemahaman mendalam yang dapat menangkap tentang asal, tujuan ucapan, dan perbuatan”. Adapun menurut istilah, kata fiqh adalah ilmu halal dan haram, ilmu syariat dan hukum sebagaimana dikemukakan oleh Al-kassani. Jadi ushul fiqh ialah “ilmu yang mengkaji tentang dalil fiqh berupa kaidah untuk mengetahui cara penggunaanya, mengetahui keadaan orang yang menggunakannya (mujtahid) dengan tujuan mengeluarkan hukum amali (perbuatan) dari dalil-dalil secara terperinci dan jelas.
Fiqih menurut bahasa adalah paham dan mengetahui semua permasalahan agama.
Sedangkan Fiqh menurut istilah adalah ilmu yang mempelajari hukum-hukum syara’ yang bersifat praktis yang diambil dari dalil-dalilyang sudah terinci.
Secara etimologi kata hukum (al-hukm) berarti “mencegah” atau “memutuskan”. Menurut terminologi Ushul Fiqih, hukum (al-hukm) berarti: Khitab (kalam) Allah yang mengatur amal perbuatan orang mukallaf, baik berupa iqtidla (perintah, larangan, anjuran untuk melakukan atau anjuran untuk meninggalka), takhyir (kebolehan bagi orang mukallaf untuk memilih antara melakukan dan tidak melakukan), atau wadl (ketentuan yang menetapkan sesuatu sebagai sebab, syarat, atau mani’ (penghalang).
Objek Kajian Ushul Fiqh ayaitu tentang sumber dan dalil hukum, tentang metode istinbat, dan tentang ijtihad.
Objek Kajian Fiqh adalah tugas ushul fiqih untuk menemukan sifat-sifat esensial dari dalil-dalil syara’ dan sifat-sifat esensial  itu dirumuskan dalam bentuk dalil-dalil atau kaidah-kaidah secara globaltelah dirumuskan oleh para ahli ushul fiqih ini pada giliranya akan diterapkan oleh seorang mujtahid kepada dalil-dalil juz’I (terinci) yang terdapat dalam Al-Qur’an dan sunah Rasulullah. Dari aktifitas mujtahid dalam ijtihadnya itu akan membuahkan hukum fiqih yang langsung dikaitkan dengan perbuatan mukallaf. Jadi, yang menjadi bahasan fikih adalah satu persatu dalil Al-Qur’an dan sunnah dalam kaitanndengan perbutannya mukallaf, dengan menggunakan kaidah-kaidah Ushul Fiqih.
Objek kajian Hukum Agama Islam adalah Studi hukum islam baik fikih maupun ushul fiqh, memiliki objek formal yaitu perbuatan manusia dewasa yang berakal sehat. Sasaran dalam ilmu ini adalah semua perilaku mukallaf atau dengan kata lain sasaranya adalah manusia serta dinamika dan perkembangan masyarakatnya yang semua itu merupakan gambaran nyata perilaku seorang mukalaf. Yang semua itu bertujuan untuk membentuk masyarakat yang berkualitas baik.
B.     Kritik dan Saran
Demikianlah makalah ini penulis paparkan, penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun, guna menyempurnakan dalam penyusunan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat. Amin.



[1] Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm 3-4.
[2] Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’, (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 5.
[3] Satria Effendi, ushul Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 36-37.
[4] Satria Effendi, Ushul Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 11.
[5] Satria Effendi, Ushul Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 13.

DAFTAR PUSTAKA
Effendi , Satria, ushul Fiqih, Jakarta: Kencana, 2005.
Khalil, Rasyad Hasan, Tarikh Tasyri’, Jakarta: Amzah, 2009.
Shidiq, Saipudin, Ushul Fiqih, Jakarta: Kencana, 2011.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar