LAPORAN OBSERVASI MUSEUM RANGGAWARSITO
Interelasi Islam dan Jawa dalam aspek arsitektur
Interelasi Islam dalam arsitektur Jawa sebenarnya sudah dapat
dilihat sejak masuknya Islam di pulau Jawa, mengingat bahwa salah satu sarana
masuknya islam di Jawa adalah melalui aspek seni yaitu arsitektur, salah satu
contoh arsitektur adalah bangunan masjid. Ciri masjid di jawa biasanya
dilengkapi dengan bedug dan kentongan yang digunakan untuk tanda masuknya waktu
sholat, yang pada waktu itu bedug dan kentongan merupakan alat yang paling
efektif yang digunakan untuk alat komunikasi mengingat pada waktu itu alat-alat
yang digunakan masih sangat sederhana. Ciri-ciri bangunan masjid seperti itu
masih dapat ditemukan di masjid-masjid di Jawa.

Bentuk bangunan masjid yang mempunyai atap tingkat tiga seperti
masjid agung Demak diterjemahkan sebagai lambang keislaman seseorang yang
ditopang oleh tiga aspek yaitu: iman, islam dan ihsan.
Walaupun Islam belum masuk ke pulau Jawa, masyarakat Jawa sudah
mampu melahirkan karya seni arsitektur, baik yang dijiwai oleh nilai Jawa asli
maupun yang telah dipengaruhi oleh hindu-budha. Oleh karena itu arsitektur Jawa
yang telah berkembang dalam konsep dan filosofi Jawa tidak dapat dinafi’kan
walaupun agama Islam mulai berkembang di Jawa. Hal ini dimaksudkan agar
nilai-nilai Islam dapat diterima oleh masyarakat Jawa, simbol-simbol Islam
hadir dalam bingkai budaya dan konsep Jawa sehingga muncul kreatifitas untuk
memadukan budaya yang ada sebelum Islam masuk dengan budaya Islam menjadi karya
seni arsitektur baru sebagi contohnya yaitu masjid menara Kudus.
Masjid yang didirikan pada tahun 965 H atau 1549 M dengan nama asli
masjid al-Aqsha yang konon sunan Kudus ata Ja’far Sodiq pernah membawa
kenang-kenangan dari Baitul Maqdis di Palestina untuk batu pertama pembangunan
masjid tersebut.
Menara Kudus mamiliki ketinggian sekitar 18 meter dengan bagian
dasar berukuran 10 x 10 m. Di sekeliling bangunan dihias dengan piring-piring
bergambar yang kesemuanya berjumlah 32 buah. 20 buah diantaranya berwarna biru
serta berlukiskan masjid, manusia dengan unta dan pohon kurma. Sementara itu 12
buah lainya berwarna marah putih berlukiskan kembang. Di dalam menara terdapat
tangga yang terbuat dari kayu jati yang mungkin dibuat pada tahun 1895 M.

Bangunan dan hiasanya jelas menunjukan adanya hubungan dengan
kesenian hindu Jawa karena bangunan
menara Kudus itu terdiri dari 3 bagian yaitu: (1) kaki, (2) badan, (3) puncak
bangunan. Menara ini dihiasi pula antefiks (hiasan yang menyerupai bukit kecil.
Kaki dan badan menara dibangun dan diukir dengan tradisi Jawa-Hindu, termasuk
motifnya. Ciri lainnya bisa dilihat pada penggunaan material batu bata yang
dipasang tanpa perekat semen. Teknik kontruksi tradisional Jawa juga dapat
dilihat pada bagian kepala menara yang berbentuk bangunan berkontruksi kayu
jati dengan empat batang saka yang digunakan sebagai penopang.
Kaunikan masjid menara Kudus sebagai hasil asimilasi arsitektur
Jawa dengan Islam memiliki keunikan tersendiri yaitu:
1.
Bercorak
candi
Seperti
yang dijelaskan di atas masjid menara Kudus memperlihatkan system, bentuk,
elemen bangunan Jawa hindu yaitu bercorak candi Hindu Mjapahit. Pada penggunaan
material batu bata yang dipasang tanpa perekat semen.
2.
Detail
menara
Permukaan
bidang menara yang Nampak menjadi seni tersendiri dari penataan susunan
material bata expos. Menara pada masjid menara Kudus mengingatkan pada
kuil-kuil di Bali, jelaslah bercorak bangunan candi. Meskipun menara masjid ini
tertua di Jawa, namun hingga saat ini belum ada yang dapat memberikan
keterangan kapan waktu dibangunnya secara jelas.

3.
Gerbang
kori agung
Bentuk
gerbang jelas mengingatkan gerbang-gerbang bangunan hindu, yaitu sekuensialnya
yang berkelok karena terdapat aling-aling yang juga biasa terdapat pada
kompleks bangunan hindu. Gerbang-gerbang itu menandai dan memberi batas makna
ruang profane dan sacral. Gerbang-gerbang tersebut yakni kori agung dan bentar
yang keduanya mirip seperti gapura di Bali sehingga gerbang diberi nama “lawing
kembar”.

4.
Pancuran
wudlu kuno
Lubang
pancuran kuno yang berbentuk kepala arca yang digunakan sebagai tempat wudlu.
Bentuk arcanya sering kali dikaitkan dengan kepala sapi yang diberi nama “kerbau
gumarang”, karena binatnag sapi dulunya diagungkan oleh orang-orang hindu
di Kudus, bahkan sampai saat ini mereka banyak yang menjadi muslim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar